FACTORY

Hak dan Kewajiban Buruh/ Pekerja Pabrik

 1.      Hak Pekerja
a.       Setiap pekerja/ buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Undang-undang RI No. 13 Tahun 2003 Pasal 88 Ayat 1).
b.      Tuntutan upah pekerja/ buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2 tahun (dua tahun sejak timbul hak) (Undang-undang RI No. 13 Tahun 2003 Pasal 96).
c.       Menerima tunjangan bila sakit (Undnag-undang RI No. 13 Tahun 2003 Pasal 93 Ayat 3).
d.      Hak mendirikan dan menjadi anggota perserikatan tenaga kerja (Undang-undang RI No. 13 Tahun 2003 Pasal 104 Ayat 1).
e.       Menerima hak jaminan tenaga kerja (Undang-undang No. 7 Tahun 1992 Pasal 4 Ayat 1).
f.       Hak untuk berorganisasi dan berunding bersama (Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 18 Tahun 1956 tentang konvensi ILO).
g.      Hak penerimaan upah pada hari raya resmi (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER. 03/ MEN/ 1987).
2.      Kewajiban Pekerja
Berdasarkan Undang-undang No. 21 Tahun 1954 tentang perjanjian perburuhan antara serikat buruh dan majikan adalah sebagai berikut :
a.       Serikat buruh wajib mengusahakan agar anggotanya memenuhi aturan-aturan yang berlaku untuk mereka.
b.      Wajib memberitahu isi perjanjian kepada angota-anggotanya berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang disebutkan pada pasal-pasal sebagai berikut :
1)      Pasal 1603 : “Si buruh diwajibkan melakukan pekerjaan yang dijanjikan menurut kemampuannya dengan sebaik-baiknya”.
2)      Pasal 1063 : “Si buruh diwajibkan sendiri melakukan pekerjaannya, tidak boleh digantikan, selain izin si majikan dalam melakukan pekerjaan itu digantikan oleh orang ketiga”.
3)      Pasal 1603 : “Si buruh diwajibkan mentaati aturan-aturan yang ditunjukkan pada perbaikan tata tertib dalam perusahaan majikan”.
3.      Pengertian Upah
a.       Berdasarkan undang-undang kecelakaan tahun 1947 nomor 33 pasal 4 ayat 1 yang dimaksud dengan kata “upah” dalam undang-undang ini adalah :
1)      Tiap-tiap pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti pekerjaan.
2)      Perumahan, makanan, bahkan makanan dan pakaian dengan percuma yang nilainya ditaksir menurut harga umum di tempat itu.
b.      Pengertian upah juga terdapat di dalam Undang-undang RI No. 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja, yakni terkandung dalam pasal 1 ayat (5) dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan upah adalah :
Suatu penerimaan sebagai suatu imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk suatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan, dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu perjanjian, atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja, termasuk tunjangan, baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarganya.
Demi meningkatkan taraf hidup (upah) pekerja/ buruh. Biasanya meraka melakukan beberapa usaha melalui proses pendidikan yang dapat ditempuh melalui 3 jalur, yaitu :
a.       Pendidikan formal (sekolah).
b.      Pendidikan informal (kursus ketrampilan).
c.        Pendidikan magang (belajar sekaligus bekerja).
Menurut Ubu Ahmad dan Nur Uhbiyati pendidikan terdapat tiga bagian yaitu :
a.       Pendidikan formal adalah pendidikan yang mempunyai jenjang yang bertingkat, seperti lembaga pendidikan SD dari kelas I sampai dengan kelas VI, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi yang dilakukan karena tugas jabatan oleh guru kepada murid-muridnya.
b.      Pendidikan informal adalah pendidikan tidak resmi yaitu pendidikan keluarga yang dilakukan karena kewajiban kodrati oleh orang tua kepada anaknya.
c.       Pendidikan non formal yaitu Pendidikan tersebut bukan resmi seperti dalam pramuka, Organisasi masyarakat, PKK, pengajian dan sebagainya.[1]
Di samping Tri Pusat pendidikan tersebut, dengan istilah-istilah yang berbeda, ada juga yang mengatakan istilah lain yaitu pendidikan unformal (tak resmi). Istilah informal ini dimaksudkan untuk lembaga-lembaga pendidikan yang tidak mempunyai jenjang tertinggi, seperti kursus-kursus, misalnya kursus mengetik, montir, menjahit, computer dan lain-lain.
Asmuni Syukir dalam bukunya Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, juga menyebutkan bahwa “Pendidikan formal adalah lembaga pendidikan yang memiliki kurikulum, siswa sejajar kemampuannya, pertemuan rutin dan sebagainya, seperti sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan lain sebagainya.[2]
Dari bahasan di atas dapat diasumsikan bahwa untuk meningkatkan produktifitas rakyat, perlu memiliki pendidikan yang memadai. Namun, usaha dalam peningkatan taraf hidup atau lebih sering kita dengar dengan pengentasan kemiskinan melalui jalur-jalur pendidikan tersebut marupakan usaha yang sia-sia saja, karena pendidikan perlu banyak biaya, apalagi masa sekarang ini, kebutuhan hidup meningkat termasuk di dalamnya biaya pendidikan. Dalam kenyataan usaha-usaha yang dilakukan masyarakat hanya untuk bertahan hidup dan perhatian dibidang pendidikan sama sekali tidak ada.
Perlu disadari bahwa mayoritas dari mereka yang termasuk katagori miskin tinggal di pedesaan, sekarang ini tercatat 27,2 juta jiwa dikatagorikan miskin dan hidup di 20,663 desa tertinggal, yang terdiri atas 18,625 berada di pedesaan dan hanya 1008 yang berada di perkotaan.[3]

[1]Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 191.
[2]Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Al-Ikhlas, Surabaya, 1983, hlm. 168.[3]A. Chaedar Al-Wasilah, Politik Bahasa dan Pendidikan, Rosda Karya, Bandung, 1997, hlm. 147.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar